Jumat, 18 September 2009

Khilafah (negara dengan sistem islam) dalam pandangan barat

Jika Anda ingin berbicara tentang Khilafah dalam pandangan Barat, itu artinya Anda akan berbicara tentang tamatnya dominasi negara-negara itu dan tamatnya penjajahannya atas dunia, sekaligus Anda akan berbicara tentang rancangan hadhârah (peradaban) yang amat kuat dasarnya (qawiyy al-autâd), amat kokoh kesadaran akan harga diri dan identitasnya (shalb al-syakîmah) yang akan bangkit menjadi tantangan internasinal (tahaddiy[an] ‘âlamiyy[an] bagi hadharah Barat, bahkan akan menggusurnya. Artinya, Anda akan berbicara tentang sebuah sistem universal yang baru; model ideologi yang akan mengganti ideologi liberal-sekular Barat.

Jika Anda berbicara tentang Khilafah, itu artinya Anda sedang berbicara tentang sebuah mimpi buruk yang menghantui ketenangan Barat dan menjadikan mereka terjangkiti insomnia pada saat tidur maupun terjaga. Artinya, Anda berbicara tentang ‘Kerajaan Islam Universal’ –meminjam ungkapan para pemimpin Barat –yang akan menaungi negeri-negeri Islam saat ini maupun di masa lampau, yang akan membentang dari Eropa ke Afrika utara, ke Timur Tengah, dan ke Asia Tenggara. Dimana hal ini akan kembali menjadikannya mampu untuk memimpin dunia.

Jika Anda berbicara tentang Khilafah, itu artinya Anda berbicara tentang penerapan syari’at dan penyatuan negeri-negeri kaum Mulimin sekaligus mencabut campurtangan penjajahan yang ada di sana. Inilah sebuah perkara yang tidak akan ditoleransi oleh negara-negara Barat. “Memimpinnya syari’at Islam di dunia Arab dan ditegakkannya satu kekhilafahan di seluruh negeri-negeri kaum Muslim serta lenyapnya campur tangan Barat dari negeri-negeri tersebut adalah perkara yang tidak akan ditoleransi oleh Barat dan sama sekali tidak mungkin dibiarkan oleh mereka” .

Menghancurkan Khilafah adalah sebuah cita-cita yang selamanya akan menjadi tujuan Barat. Barat telah pernah mewujudkan cita-cita ini setelah perang dunia kedua. Lord Curzon, menteri luar negeri Inggris pada masa runtuhnya Khilafah mengatakan, “Kita telah menghancurkan Turki dan Turki tidak mungkin akan kembali bangkit. Sebab kita telah menghancurkan dua kekuatannya; yakni Islam dan Khilafah”. Saat ini, cita-cita itu kembali mengantui Barat setelah kaum Muslim kembali menyatukan tekad untuk mengembalikan Khialfah ke atas pentas negara.

Berikut ini beberapa statemen, komentar dan analisa yang berkaitan dengan ketakutan dan depresi Barat terhadap kembalinya Khilafah:

Putin, Presiden Rusia, pada bulan Desember tahun 2002 mengumumkan, “Terorisme internasional telah mengumumkan peperangannya atas Rusia dengan tujuan merampas sebagian wilayah Rusia dan mendirikan Khilafah Islamiah”. Pada kesempatan itu, Putin berbicara dalam sebuah acara dialog di sebuah setasiun televisi yang disiarkan secara langsung (live). Pada keempatan itu ia menjawab lima puluh pertanyaan yang terpilih diantara dua juta pertanyaan via telepon dari penduduk Rusia.

Situs, “Mufakkirah al-Islâm www.islamemo.com pada akhir 2002 M memberitakan sebuah kabar dengan judul “Lembaga Inteljen Jerman Memperingatkan Berdirinya Khilafah”. Dalam situs itu tertulis sebagai berikut: “Kepala Lembaga Inteljen Jerman, August Hanning, melakukan penelusuran di beberapa negara Arab yang dimulai dari wilayah Teluk dimana disana ia bertemu dengan beberapa pemimpin lembaga-lembaga inteljen Arab. Set data Iraq dan kelompok Fundamentalis Islam adalah merupakan topik yang paling menonjol bagi seorang lelaki yang mengepalai salah satu dari kegiatan lembaga-lembaga inteljen negara itu. Dalam kaitannya dengan kelompok fundamentalis Islam, para pengamat inteljen Jerman mengkhawatirkan, mengantisipasi (dan meramalkan) akan munculnya serangan yang meluas dari ribuan pendukung gerakan-gerakan Islam di Uzbekistan, Tajikistan dan Kyrgyz dengan tujuan mendirikan Daulah Khilafah Islamiah di wilayah tersebut. Para eksekutif Jerman memberikan kepercayaan dan kredibilitas yang amat besar terhadap kehawatiran, antisipasi (dan ramalan) lembaga-lembaga inteljen tersebut”.

Henry Kissinger dalam sebuah pidatonya di India pada 6 November 2004 M dalam Konfrensi Hindustan Times yang kedua, kepada para pemimpin ia menyampaikan, “Ancaman-ancaman itu sesungguhnya tidak datang dari teroris, sebagaimana yang kita saksikan pada 11 September. Akan tetapi, ancaman itu sesungguhnya datang dari Islam fundamentalis ekstrim yang berusaha menghancurkan Islam moderat yang bertentangan dengan pandangan pandangan kelompok radikal dalam masalah Khilafah Islamiah”.

Kissinger juga mengatakan, “Musuh utama, sejatinya adalah kelompok ekstrim Fundamentalis yang aktif dalam Islam dimana dalam saat yang sama ingin mengubah masyarakat Islam moderat dan masyarakat lain yang dianggap sebagai penghalang penegakan Khilafah”. (Surat Kabar Newsweek edisi VIII November 2004)

Surat kabar al-Hayât, pada 15/01/2005 M, mempublikasikan sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Reuters di Washinton. Laporan itu berisi prediksi-prediksi berdasarkan pada hasil muyawarah yang dihadiri oleh seribu ahli dari lima benua seputar ramalan masa-masa yang akan datang hingga 2020 M. Laporan itu bertujuan untuk mewujudkan kontribusi dari para intelejen dan politisi untuk menghadapi tantangan-tantangan tahun-tahun yang akan datang. Laporan itu menghawatirkan “masih terus berlangsungnya serangan terorisme”. Laporan itu membicrakan tentang empat skenario yang mungkin akan terus berkembang di dunia. Skenario ketiga yang diperingatkan oleh laporan itu adalah al-Khilafah al-Jadîdah (Khilafah Baru Yang Akan Muncul). Demikian laporan itu menyebutnya.

Mantan perdana mentri Inggris, Tony Blair, di hadapan Konferensi Umum Partai Buruh pada 16/07/2005 M mengatakan, “Kita sesungguhnya sedang menghadapi sebuah gerakan yang berusaha melenyapkan negara Israel dan mengusir Barat dari dunia Islam serta menegakkan Daulah Islam tunggal yang akan menjadikan syari’at Islam sebagai hukum di dunia Islam melalui penegakan Khilafah bagi segenap umat Islam”.

Demikian pula pada September 2005 M, Blair dengan terang-terangan mengatakan, “Keluar kita dari Iraq sekarang ini akan menyebabkan lahirnya Khilafah di Timur Tengah”.

Pada 06/10/2005 M, dengan terang-terangan Bush mengisyaratkan adanya strategi kaum Muslim yang bertujuan mengakhiri campurtangan Amerika dan Barat di Timur Tengah. Bush mengatakan, “Sesungghunya, ketika mereka menguasai satu negara saja, hal itu akan menarik (menghimpun) seluruh kaum Muslim. Dimana hal ini akan memungkinkan mereka untuk menghancurkan seluruh sistem di wilayah-wilayah itu, dan mendirikan kerajaan fundamentalis Islam dari Spanyol hingga Indonesia”.

Mentri Dalam negeri Inggris, Charles Clark, dalam sebuah sambutannya di Institute Heritage mengatakan, “Tak mungkin ada kompromi seputar kembalinya Daulah Khilafah, dan tidak ada perdebatan seputar penerapan syari’at Islam”.

Dalam sebuah pidatonya kepada bangsa Amerika, pada 08/10/2005 M, George W.Bush mengatakan dengan tegas, “Para pasukan perlawanan bersenjata itu menyakini bahwa dengan menguasai satu negara, mereka akan dapat menuntun bangsa Islam dan menghancurkan seluruh negara moderat di wilayah-wilayah itu. Dari situ, mereka akan mendirikan sebuah kerajaan Islam ekstrim yang membentang dari Spanyol hingga Indonesia”.

Pada 05/12/2005 M, menteri pertahanan Amerika, Donald Rumsfeld, dalam sebuah komentarnya seputar masadepan Iraq –pada saat itu ia berada di Universitas John Hopkins –mengatakan, “Iraq tak ubahnya adalah tempat lahirnya Khilafah Islamiah baru yang akan membentang mencakup seluruh Timur Tengah dan akan mengancam pemerintahan-pemerintahan resmi di Eropa, Afrika dan Asia. Inilah rencana mereka. Mereka telah menegaskan hal ini. Kita akan mengakui sebuah kesalahan yang amat menakutkan jika kita gagal mendengar dan belajar”.

Surat kabar Milliyet Turki, pada 13/12/2005 M, dengan mengutip dari The New York Times menyebutkan bahwa, “Para pemimpin dalam pemerintahan Bsuh, akhir-akhir ini terus menerus mengulang-ulang kata Khilafah seperti permen karet. Pemerintahan Bush kini menggunakan kata Khilafah untuk menyebut kerajaan Islam yang pada abad ke VII membentang dari Timur Tengah hingga Asia Selatan, dan dari Afrika utara hingga Spanyol”.

Seorang komentator Amerika, Karl Vic di surat kabar Washinton Post, 14/01/2006 M menulis sebuah laporan yang amat panjang dimana di dalamnya ia menyebutkan bahwa “kembalinya Khilafah Islamiah yang selalu diserang oleh presiden Amerika, George Bush, benar-benar sedang menggema di tengah-tengah mayoritas kaum Muslim”. Karl Vic juga menuturkan bahwa, “kaum Musilin (saat ini) memang benar-benar menganggap diri mereka bagian dari satu umat yang akan membentuk esensi Islam, sebagaimana mereka melihat Khalifah adalah sebagai sosok yang layak untuk mendapatkan penghormatan”. Sang komentator ini memberikan isyarat bahwa, “Hizbut Tahrir yang bergerak berbagai negeri lintas dunia itulah yang dengan terang-terangan menegaskan bahwa tujuannya adalah mengembalikan Khilafah sebagaimana masa dahulu”.

Dr. Ahmad al-Qadidy, seorang warga Tunisia yang berdomisili di luar negeri, dalam sebuah tulisannya yang dimuat oleh surat kabar al-Syrq al-Quthriyyah yang terbit pada Ahad 17/05/2006 M, dengan judul “Para Ahli Amerika Memprediksikan Kembalinya Khilafah Pada 2020 M”, mengatakan, “Pada halaman 83 dari sebuah laporan penting yang terbit pada hari-hari ini dari yayasan “Robert Lafon” untuk publikasi Paris, dengan judul “Bagaimana Pandangan Inteljen Amerika Terhadap Dunia Pada Tahun 2020 M?”, kita dapat membaca paragraf berikut ini: “Islam politik mulai hari ini hingga 2020 M akan mengalami penyebaran yang amat luas di pentas dunia internasional. Kita memprediksikan akan adanya penyatuan gerakan-gerakan Islam Rasisme dan Nasionalisme dan bergerak bersama untuk mendirikan sebuah kekuasaan yang akan melintasi batas-batas nasional. Al-Qadidy melanjutkan ungkapannya, “Hal inilah –dengan sangat akurat –adalah apa yang diperediksikan oleh para ahli Amerika, khsusnya seorang sosiolog dan senior para ahli prediksi masadepan, Alvin Toffler, pemilik buku “Shadamat al-Mustaqbal /Future Shock (Benturan Masa Depan)”, Ted Gordon, tohoh senior ahli rancangan, Millennium Project yang telah direalisasikan oleh organisasi PBB, seorang ahli, Jim Dewar, dari yayasan Rand Corporation, Jad Davis, desainer semua program Shell Petroleum Company, dan para ahli yang lainnnya yang tak diragukan lagi kemampuan mereka dalam memprediksi masadepan. Ahmad al-Qadidy menambahkan, “Dan tentu saja, para ahli dan pakar itu telah bekerja dalam beberapa waktu untuk kepentingan agen pusat inteljen di Washinton. Mereka telah menghasilkan sebuah laporan yang amat penting dan dapat dipercaya yang akan menggariskan corak dunia setelah lima belas tahun sejak hari ini, sebagaimana yang mereka lihat melalui berbagai indikasi yang ada di depan mereka.

Pemimpin pasukan koalisi Salib yang bergabung di Iraq, Richard Myers, mengatakan, “Bahaya sejati dan terbesar yang mengancam keamanan Amerika Serikta (AS) sesungguhnya adalah ektrimesme yang bercita-cita mendirikan Khilafah sebagaimana pada abad ketujuh Masehi. Kelompok ekstrimesme ini telah tersebar di berbagai wilayah yang jutrsu lebih banyak dari pada di Iraq. Akan tetapi, mereka juga bergerak di Iraq dan tersebar di dalamnya serta selalu mendorong pasukan perlawanan untuk menggunakan aktifitas-aktifitas fisik untuk melawan Amerika di Iraq.

Pada 31/01/2006 M, situs al-Syâsyah al-I’lâmiyah al-‘Âlamiyah (Media Monitors) menyebarkan sebuah artikel yang ditulis oleh Nu’man Hanif. Dalam artikle ini terdapat sebuah kajian yang amat mendalam, pendapat yang kuat dan pandangan kedepan mengenai akhir pertempuran antara Barat dan Islam. Dimana, dengan pandangannya ini, Nu’man Hanif akan sampai pada satu kesimpulan, bahwa, “Tidak ada pilihan lain bagi Barat kecuali menerima kepastian hadirnya Khilafah”. Dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Khilafah; Tantangan Islam Kepada Sistem Dunia”, tertulis sebuah pernyataan, “Dalam gerakan Islam ekstrim, terkait dengan legitimasi Daulah Khilafah, terdapat semacam keyakinan agama yang mendominasi mereka bahwa Khilafah adalah sebuah benteng yang akan mengembalikan kekuatan Islam dan sebagai wasilah yang akan menantang dominasi Barat. Berdasarkan sumbernya dari al-Quran dan sejarah Islam, Gerakan-gerakan Islam itu memang mengalami perbedaan seputar metode menghidupkan Khilafah; dengan aktifitas jihad, perbaikan atau politik. Akan tetapi, mereka –dengan seluruh khayalannya –semuanya sepakat pada tujuan mengembalikan Khuilafah”.

Nu’man Hanif mengatakan, “Khilafah, sesuai dengan definisinya dalam pandangan Gerakan Islam Sunni, adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim untuk menerapkan hukum-hukum Syari’ah Islam dan mengemban Rislah Islam ke seluruh dunia”. Nu’man kembali mengatakan, “Gerakan Islam itu telah sukses memberikan sebuah ideology alternatif pengganti ideologi Libral-Skular Barat kepada mayoritas kaum Muslim dimana sample ini sesuai dengan al-Quran. Sementara itu, menghidupakan kembali Khilafah adalah puncak sample tersebut sekaligus satu-satunya sarana untuk menantang tatanan internasional yang didominasi pihak Barat”.

Nu’man juga mengatakan, “Pada faktanya, perkataan bahwa Islam politik telah gagal dikarenakan ketidak mampuannya menyesuaikan diri dengan kemajuan Barat dan kontruksi politik Barat, sesungguhnya tidak dapat dianggap sebagai vonis kegagalan Islam politik. Namun, hal itu justru merupakan bukti lain bahwa Islam dan tatanan politik Barat tidak dapat saling menyesuaikan sampai dari akarnya. Dari sisi lain, berdirinya gerakan-gerakan Islam dengan menyuguhkan frame Khilafah sebagai ganti politik dan sistem model Barat Skular saat ini, sesungguhnya menjadi bukti kesuksesan Islam politik”.

Nu’man kembali mengatakan, “Politik yang tegak diatas penyerangan terhadap ide Khilafah dengan mengaitakannya dengan kekerasan politik gerakan jihad sesungguhnya tidak akan dapat menggeser legalitasnya (Khilafah) yang digali dari al-Quran. Barangkali dunia Islam tidak sepenuhnya setuju dengan metode-metode mengangkat senjata gerakan jihad. Akan tetapi, tentu tidak akan ada lagi perdebatan mengenai legalitas (disyari’atkannya) Khilafah di dalam al-Quran. Sementara itu, gerakan Islam yang mengemban pemikiran politik dan menjauh dari cara-cara kekerasan memiliki seruan yang lebih dalam dan luas. Dimana ia menganggap dirinya sebagai penjaga ide menghidupkan kembali Khilafah. Serangan apapun yang ditujukan kepada Khilafah dianggap sebagai serangan kepada Islam”.

Pada 05/09/2006 M, George W.Bush kembali membicarakan Khilafah. Bush mengatakan, “Mereka itu sesungguhnya berusaha menegakkan kembali negara mereka yang amat unggul, Khilafah Islamiah. Dimana, semuanya akan dipimpin dengan ideologi yang sangat dibenci itu. Sistem Khilafah itu akan mencakup seluruh negeri-negeri Islam yang ada saat ini”.

Dalam konfrensi pers di gedung putih yang terselenggara pada 11/10/2006 M, Bush junior itu membicarakan tentang, “sebuah dunia dimana di dalamnya kelompok ekstrim berupaya merekrut para intlektual untuk merevolusi pemerintahan moderat dan mendirikan Khilafah sebagai gantinya”. Bush menambahkan, “Mereka menginginkan kita pergi, mereka ingin merevolusi pemerintahan dan mereka ingin membentangkan Khilafah Idiologis yang tidak memiliki prinsip-prinsip kebebasan alami dalam keyakinannya.

Situs pemberitaan Gedung Putih pada 20/10/2006 M, mempublikasikan sebuah ungkapan George Bush, “Orang-orang fundamentalis itu bercita-cita mendirikan Daulah Khilafah sebagai sebuah negara hukum dan menginginkan menyebarkan akdiah mereka dari Indonesia hingga Spanyol”.

Mentri pertahanan Amerika, Donald Rumsfeld, dalam sebuah acara perpisahannya mengatakan “Mereka ingin menghancurkan dan menggoyahkan sistem pemerintahan Islam moderat dan mendirikan Daulah Khilafah”.

Dalam sebuah buku yang terbit pada 2007 M dengan judul, “Suqûth wa Shu’ûd al-Daulah al-Islâmiyah (Runtuh dan Berdirinya Daulah Islam)”, karya seorang dosen hukum di Universitas Harvard yang amat terkenal, Prof. Noah Feldman, dikatakan, “Dapat ditegaskan bahwa meningkatnya dukungan rakyat (Islam) terhadap sayri’ah Islam pada kali yang lain pada dewasa ini –meskipun pernah mengalami keruntuhan –akan dapat mengantarkan pada wujudnya Khilafah Islamiah yang sukses”. Dalam bukunya ini, Noah Feldman mengatakan bahwa, ketika suatu kerajaan dan sistem pemerintahan itu telah mengalami keruntuhan, maka sesungguhnya kerajaan dan sistem pemerintahan itu telah runtuh dan tidak akan kembali, sebagaimana yang terjadi pada Sosialisme dan Monarki yang berkuasa, kecuali dalam dua keadaan saja yang sedang terjadi pada saat ini. Pertama, adalah sistem Demokrasi yang dulu telah pernah mendominasi di kerajaan Romania, dan dalam keadaan negara tersebut adalah Negara Islam”.

Penulis ini mengamati sebuah fenomena besar, kuat dan terus berkembang dari Marokko hingga Indonesia; yakni bangsa-bangsa Islam yang menuntut kembalinya Syari’at Islam. Khusunya di negara-negara yang berpenduduk besar, seperti, Mesir dan Pakistan. Penulis ini bertanya-tanya, “Mengapa orang-orang sekarang menuntut kembalinya syari’ah Islam dan tertarik kepadanya? Padahal pendahulu mereka, pada masa kontemporer ini telah membuangnya dan mensifatinya sebagai warisan masa lalu yang telah usang”. Penulis ini kembali mengatakan, “Penyebab yang tersembunyi adalah bahwa para penguasa saat ini telah mengalami kegagalan dalam pandangan bangsa-bangsa itu. Termasuk Barat. Dan sementara itu, bangsa-bangsa Islam saat ini sangat membutuhkan keadilan”. Terlebih lagi, sampai saat ini, tidak ada jajaran ulama’ atau para qadhi sejati sebagaimana dalam masa pemerintahan Islam.

Pusat kajian strategi di Universitas Yordan pernah melakukan sebuah survey yang disebar pada April 2007 M di empat negara besar di dunia Islam (Marokko, Mesir, Indonesia dan Pakistan) seputar:

a) Dukungan penerapan syari’ah Islam di dunia Islam

b) Bersatu dengan negara-negara lain di bawah bendera seorang Khalifah atau Khilafah

c) Menolak penjajahan asing dan politik negara-negara Barat secara umum

d) Menolak penggunaan kekerasan melawan rakyat sipil

Hasil survey ini membuktikan bahwa prosentasi keseparakatan atas ide-ide di atas mencapailebih 75% pada beberapa maslah. Di Marokko para pendukung penerapan Islam, syari’ah dan Khilafah mencapai 76%, di Mesir 74%, di Pakistan 79% dan di Indonesia 53%.(http://www.hizb.org.uk./hizb/resources/issu…slim-word.html)

Surat kabar al-Hayât, pada 28/07/2007 M, menyebutkan bahwa Zalmay Khalilzad, delegasi Amerika Serikat di PBB, dalam pembicaraannya kepada surat kabar Die Presse Austrian memperingatkan “bahwa, pergolakan di Timur Tengah dan Hadharah Islam dapat menyebabkan terjadinya perang dunia ketiga”. Zalmay menambahkan, “Bahwa Timur Tengah kini sedang melewati sebuah fase transfomasi yang sulit menuju sebuaha ghâyah (puncak tujuan) yang akan menampakkan kekuatan ekstrimisme dan mempersiapkan lahan yang subur bagi terorisme”. Zalmay juga mengatakan, “Dunia Islam akan menggabungkan diri pada sebuah aliran arus Internasional (al-tiyâr al-duwaly) yang sedang mendominasi. Akan tetapi, hal itu tentu membutuhkan waktu yang cukup”.

Zalmay Khalilzad menambahkan kembali, “Orang-orang kolot itu kini telah memulainya. Akan tetapi mereka tidak memiliki kesepakatan pendapat terkait posisi mereka. Sebagian mereka menginginkan kembali pada abad ke enam dan ketujuh Masehi, pada abad dimana Nabi Muhammad di lahirkan”. Zalmay Khalilzad kembali melanjutkan, “Masalah ini mungkin membutuhkan beberapa dekade, sehingga sebagian mereka itu memahami bahwa mereka sesungguhnya dapat tetap menjadi orang-orang Muslim dan dalam waktu yang sama juga dapat bergabung dengan dunia yang baru”.

Pada 24/08/2007 M, Presdiden Prancis, Sarkozy, mengatakan, “Rasanya tidak perlu menggunakan bahasa kayu (kekerasan). Sebab, konfrontasi semacam ini justru disukai oleh kelompok ekstrim yang bermimpi menegakkan Khilafah dari Indonesia hingga Nigeria . Mereka tidak pernah menerima bentuk keterbukaan apapun, mereka juga tidak pernah menerima modernitas dan keberagaman apapun”. Demikian asumsi Sarkozy. Pada waktu ia juga mengatakan, “Sesungguhnya tidak dapat diremehkan adanya kemungkinan konfrontasi antara Islam dan Barat”.

Ketua Dewan Duma (Parlemen Rusia), Mikael Boreyev, menegaskan bahwa “dunia kini sedang menuju penyatuan menjadi lima negara besar; Rusia, Cina, Khilafah Islamiah dan Konfederasi yang mencakup Amerika”. Mikael Boreyev menambahkan, “dan ditambah satu lagi, yaitu India, apabila ia sukses melepaskan diri dari kekuatan Islam yang amat kuat yang mengepungnya”. Demikian Boreyev menuturkan. Pemuatan sebuah peta dunia pada sampul sebuah buku berjudul, “Rusia Emperium Ketiga (al-Rusiya Imbrathuriyah al-Tsâlitsah)”, karya Boreyev nampak sekali disana hanya terdapat sejumlah negara. Sementara, Eropa akan berada dibawah Rusia yang diprediksikan oleh penulis akan menjadi emperyor ketiga (Setelah masa Kekasisaran dan Sosialisme). Boreyev, sebagaimana dirilis oleh surat kabar al-Khalîj al-Imâratiyah, memprediksi negaranya akan kembali menjadi negara emperyor dan akan mendominasi Benua Eropa yang diprediksikan akan segera terhapus negaranya dan runtuh peradabannya. Boreyev memberikan sinyalemen bahwa ia tidak bisa secara pasti meyakini bahwa Rusia akan menduduki benua Eropa. Akan tetapi, ia yakin bahwa hadharah Eropa sedang menuju kehancuran. Dan hal ini pasti akan di duduki atau diperangi oleh negara ini (Rusia) atau negara itu (Khilafah Islamiah atau negara-negara besar lainnya). Ketua Dewan Duma ini memprediksikan bahwa dengan datangnya tahun 2020 M, mayoritas negara-negara di dunia (yang saat ini ada) akan mengalami kehancuran. Dia memberikan isyarat bahwa nanti hanya akan ada lima negara besar, atau emperyor, saja. Yakni; Rusia yang telah menggabungkan Eropa kedalamnya; Cina, yang akan mendominasi negara-negara Timur Tengah dengan kekuatan ekonomi dan militernya; Khilafah Islamiah yang akan membentang dari Jakarta hingga Tangier dan mayoritas daerah Afrika selatan padang pasir; dan Konfederasi yang menggabungkan benua Amerika Utara dan Amerika Selatan. Boreyev melihat bahwa India juga mungkin akan menjadi negara besar jika ia mampu menghadapi kekuatan Islam yang meliputinya. (sumber : majalah alwaie arab edisi khusus)

1 komentar:

  1. Daulah Khilafah Islam memang akan berdiri dengan ijin dan pertolongan Allah SWT di atas tanah Jawa setelah kehancuran Amerika Serikat. Dan semoga itu tidak lama lagi he he he......... (Khalifah al Mahdi - 666)

    BalasHapus