Rabu, 07 Juli 2010

RAJAB, ISRA’ MIKRAJ DAN KERUNTUHAN KHILAFAH *

Setidaknya ada dua peristiwa besar di bulan Rajab ini. Pertama: Peristiwa Isra’ Mikraj, yang diyakini terjadi tanggal 27 Rajab. Peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad lalu ini diabadikan langsung dalam al-Quran (QS al-Isra’ [17]: 1). Pada saat itu Baginda Nabi Muhammad saw. diperjalankan oleh Allah dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di al-Quds (Palestina), lalu dilanjutkan dengan menembus lapisan langit tertinggi (Sidratul Muntaha’). Semua itu ditempuh dalam sehari-semalam. Peristiwa itu begitu istimewa. Karena itu, hampir setiap tahun, tanggal tersebut dijadikan momentum oleh sebagian kaum Muslim untuk mengadakan Peringatan Isra’ Mikraj.

Kedua: Peristiwa Keruntuhan Khilafah Islamiyah. Peristiwa ini juga terjadi pada bulan Rajab, 89 tahun lalu, tepatnya tanggal 28 Rajab 1342 H. Berbeda dengan Isra’ Mikraj yang memang merupakan peristiwa besar yang langsung dialami Baginda Nabi saw. dan diabadikan al-Quran, keruntuhan Khilafah adalah peristiwa yang dianggap ‘tidak terlalu penting’ oleh kaum Muslim. Padahal peristiwa tersebut berhubungan dengan salah satu warisan yang ditinggalkan Baginda Nabi saw. Ya, Khilafahlah pelanjut sistem pemerintahan Islam yang pondasi dan pilar-pilarnya dibuat dan dipraktikan Baginda Rasulullah saw. saat beliau memimpin Daulah Islam di Madinah.

Sebagaimana kita ketahui, tidak lama setelah peristiwa Isra’ Mikraj (hanya sekitar setahun), terjadi peristiwa besar yang juga tidak bisa dilupakan kaum Muslim, yakni peristiwa hijrah Nabi saw. dan kaum Muslim ke Madinah. Peristiwa ini tentu penting karena menjadi tonggak pertama tegaknya Daulah Islam yang dipimpin langsung oleh Nabi saw. sebagai kepala negaranya. Sejak Nabi memproklamirkan berdirinya Daulah Islam di Madinah, kaum Muslim memiliki institusi negara yang menjadi pelayan, pengayom dan pelindung mereka. Melalui Daulah Islam pula hukum-hukum Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan dan Islam disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.

Setelah Nabi saw. wafat, kepemimpinan negara kemudian beralih ke tangan Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah (kepala negara) pertama. Khalifah Abu Bakar ra. mengawali era Khulafaur Rasyidin. Sejak itu era Kekhilafahan Islam dimulai. Era Khulafaur Rasyidin kemudian berakhir, lalu digantikan oleh era Khilafah Umayyah. Era Khilafah Umayyah kemudian diganti oleh era Khilafah Abbasiyyah. Selanjutnya, era Khilafah Abbasiyyah diganti oleh era Khilafah Utsmaniyah. Sayang, era Khilafah Utsmaniyah ini harus berakhir tragis karena diruntuhkan oleh tangan-tangan penjajah Barat, yakni Mustafa Kamal Attaturk, tepat tanggal 28 Rajab, 89 tahun lalu. Inilah yang menandai peristiwa penting kedua di bulan Rajab.

Karena itu, selain diingatkan dengan peristiwa Isra’ Mikraj, bulan Rajab juga memberikan kesempatan bagi kaum Muslim untuk merenungkan kembali kewajiban mereka terkait dengan upaya menegakkan kembali Khilafah yang runtuh sejak 89 tahun lalu itu.

Setelah Khilafah Runtuh

Keruntuhan Khilafah pada 28 Rajab 1342 H benar-benar telah melenyapkan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Muhammad saw. dari muka bumi ini. Akibatnya, sejak saat itu hingga sekarang segala problem kaum Muslim makin meningkat, bahkan makin bertambah. Musuh-musuh kaum Muslim yang dulu gemetar ketakutan hanya karena berpikir akan menghadapi kaum Muslim yang dipimpin oleh seorang khalifah yang gagah berani, sekarang justru berani dan lancang menodai tempat-tempat suci kaum Muslim dan melecehkan manusia paling mulia, Sayidina Muhammad saw. Semua itu didengar dan dilihat langsung oleh para penguasa Muslim yang tetap diam saja bak patung meski mereka memegang kekuasaan atas umat yang paling besar di dunia ini, memiliki militer paling besar dan kekayaan terbanyak di antara umat-umat yang ada.

Tentara kaum Muslim seharusnya dipimpin oleh seorang khalifah untuk membebaskan negeri-negeri kaum Muslim yang diduduki dan meluaskan kekuasaan kaum Muslim ke negeri-negeri lain dengan pembebasan dan keadilan. Namun, bukan seperti itu yang terjadi saat ini. Saat ini kaum Muslim di negeri-negeri Islam justru dipimpin oleh antek-antek Amerika yang pengecut.

Pemerintah kaum Muslim, kala mereka memiliki Khalifah dulu, telah membuat Dunia Islam makmur hingga membuat Barat, khususnya Inggris saat itu, merasa iri dan “ngiler.” Sebaliknya, setelah negeri-negeri Islam berada di bawah cengkeraman Kapitalisme, Dunia Islam tenggelam di dalam krisis ekonomi yang terjadi silih berganti.
Khilafah: Mercusuar Segala Kebaikan

Sungguh, sistem pemerintahan dalam Islam adalah sistem Khilafah, bukan yang lain. Inilah sistem pemerintahan yang telah diwajibkan oleh Rasululah saw., menjadi ijmak Sahabat ridhwanallah ‘alaihim serta dipraktikkan oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah sesudahnya. Khilafahlah yang menjaga agama, kehormatan, jiwa dan harta manusia; menjaga perbatasan; menghilangkan hambatan dan penghalang yang berusaha menghalangi sampainya risalah Islam sehingga kalimat Allah dijunjung tinggi di muka bumi ini.

Khalifahlah yang benar-benar menjadi pemelihara bagi kaum Muslim. Khalifahlah penjaga sejati wilayah Islam dan pelindung hakiki kaum Muslim dari setiap serangan musuh. Khalifahlah yang mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad dengan tetap menjaga kemuliaan, keadilan dan kebaikan.

Kaum Muslim di bawah naungan Khilafah benar-benar bisa merasakan kehidupan yang mulia dan terhormat. Mereka diselimuti perasaan aman dan nyaman, kewajaran dan keadilan, serta kemakmuran dan sejahtera. Saking makmur dan sejahtera, pernah ada suatu masa saat tidak ada lagi rakyat yang mau mengambil zakat, karena semua merasa telah kaya! Hal itu pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau pun pernah menulis surat kepada amilnya (kepala daerah) di Samarkand, Sulaiman bin Abi as-Samri: “Hendaklah kamu membangun beberapa penginapan di wilayahmu. Jika ada di antara kaum Muslim yang melewati wilayahmu maka biarkan mereka tinggal sehari semalam dan uruslah kendaraannya. Jika ia masih punya alasan untuk tinggal maka biarkan ia tinggal sehari dua malam. Jika ada seseorang yang kehabisan bekal maka berilah ia harta yang cukup untuk sampai ke daerah tempat tinggalnya.”

Bukankah ini sebuah bentuk pengurusan rakyat yang sesungguhnya? Apakah mungkin itu terjadi tanpa Khalifah yang memiliki kekuasaan untuk menerapkan Islam, sebagaimana saat ini?

Khilafah pun senantiasa menjaga wilayah Islam dan kaum Muslim. Lupakah kaum Muslim dengan kisah Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang Muslimah yang dizalimi oleh seorang Romawi meminta pertolongannya, “Wahai Mu’tashim, di manakah engkau!”

Berita itu sampai kepadanya pada malam hari. Beliau tidak menunggu hingga pagi. Beliau segera berangkat memimpin sendiri pasukannya. Sesampainya di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kezaliman itu diserahkan untuk di-qishash. Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya dan menerobos pintu-pintunya hingga menaklukannya.

Lupakah kaum Muslim dengan sikap Harun ar-Rasyid terhadap Nakfur Raja Romawi yang telah merusak perjanjian yang diadakan dengan kaum Muslim dan sikap permusuhannya terhadap kaum Muslim? Saat itu Ar-Rasyid mengirim surat kepada Nakfur, yang isinya: “Dari Harun, Amirul Mukminin, kepada Nakfur, anjing Romawi. Jawaban atas sikap permusuhanmu adalah apa yang akan kamu lihat, bukan apa yang akan kamu dengar.”

Nakfur pun benar-benar bisa melihat tentara kaum Muslim, ketika mereka masih di perbatasan Romawi, sebelum surat ar-Rasyid sampai kepadanya.

Khilafah juga mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad demi kemuliaan, keadilan dan kebaikan. Lihatlah berbagai pembebasan yang telah menyebarluaskan Islam dan membersihkan semua bentuk kezaliman yang terjadi di berbagai penjuru dunia sejak masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah sesudahnya. Semua itu merupakan mencusuar kebaikan di dunia. Hanya dalam satu abad saja Islam telah tersebar luas dan kekuasaan Islam meliputi negeri-negeri Arab, Syam, Irak, Mesir, Afrika Utara, Andalusia, Bukhara dan Samarkand, Sind, India, dan wilayah barat laut India (Pakistan bagian Barat). Islam terus menyebar hingga sampai di Asia Tenggara dan menyinari Indonesia. Selanjutnya, berbagai penaklukkan meluas hingga ke Asia Kecil, menaklukkan Konstantinopel dan Balkan; serta banyak lagi wilayah di muka bumi ini. Khilafah benar-benar menyandang kebesaran dan keagungan.

Khilafah juga menjadi mercusuar ilmu pengetahuan dan gudang para ulama dan ilmuwan. Ketika itu kaum Muslim menjadi umat yang pertama dan terkemuka dalam bidang fisika, kimia, matematika dan astronomi. Negeri-negeri kaum Muslim menjadi pusat ilmu pengetahuan sehingga banyak pelajar berdatangan dari negara-negara Barat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan di lembaga-lembaga pendidikan di Baghdad dan Andalusia.

Semua keagungan itu tetap ada dan terpelihara hingga Khilafah lenyap pada hari yang menyakitkan, yaitu 28 Rajab 1342 H, 89 tahun lalu. Sejak saat itulah, umat Islam yang dulunya hebat dan kuat, kini menjadi santapan lezat yang menjadi rebutan berbagai umat, persis yang digambarkan di dalam sabda Rasul saw.

Begitu jelas perbedaan kondisi kita ketika pada masa Khilafah dan ketika lenyapnya Khilafah. Tidakkah semua itu mendorong kita untuk bersungguh-sungguh dalam perjuangan untuk mengembalikan Khilafah, yang tidak lain merupakan salah satu kewajiban utama dalam Islam? Tentu, kita semua wajib bersegera dalam melakukan perjuangan yang serius dan sungguh-sungguh untuk menegakkan kembali Khilafah ini. Marilah kita bersegera menyambut janji Allah SWT:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka; dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa (QS an-Nur [24]: 55).

Marilah kita segera menyongsong basyirah Rasulullah saw.:

« ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ »

Selanjutnya akan datang kembali Khilafah berdasarkan metode kenabian (HR Ahmad).
* [Al-Islam 514]

Rabu, 23 Juni 2010

‘Teror’ Kenaikan TDL dan Cacat Bawaan Demokrasi

Demokrasi telah membajak suara mayoritas rakyat untuk kepentingan segelintir elit yang haus kekuasaan dan rakus kekayaan

Democracy in both America and Britain is coming underscrutiny these days. Quite apart from the antics of MPs and congressmen, it is said to be sliding towards oligarchy, with increasing overtones of autocracy. Money and its power over technology are making elections unfair. The militaryindustrial complex is as powerful as ever, having adopted “the menace of global terrorism” as its casus belli. Lobbying and corruption are polluting the government process. In a nutshell, democracy is not in good shape. (Simon Jenkins)

“Demokrasi, baik di Amerika maupun di Inggris, tengah menjadi objek telaah pada hari-hari ini. Terlepas dari berbagai kelakar tentang Perdana Menteri dan para anggota Kongres, demokrasi acapkali dikatakan sedang meluncur menuju sistem oligarki. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa demokrasi sedang bermetamorfosis menjadi otokrasi. Uang dan kekuatannya atas teknologi sering menjadikan proses pemilihan umum menjadi tidak fair. Afiliasi kekuatan militer dan industri menjadi sangat digdaya, terlebih setelah mengadopsi semboyan “perang melawan terorisme”. Lobby dan korupsi mencemari berbagai proses pemerintahan. Singkat kata, demokrasi tengah berada dalam kondisi yang tidak baik (sakit). (Simon Jenkins, mantan editor The Times, Guardian, 8 April 2010)

Democracy is not in good shape !(demokrasi dalam keadaan tidak baik/sakit)! Penggalan artikel Simon Jenkisn diatas , mencerminkan kegelisahannya tentang kondisi demokrasi sekarang. Memang , apa yang dikatakan dikatakan Simon Jenkis benar adanya. Indonesia yang memang mengadopsi demokasi juga mengalami hal yang sama. Lihatlah, ternyata klaim Abraham Lincoln : demokrasi dari rakyat , oleh rakyat, untuk rakyat, tidak terbukti sepenuhnya.

Demokrasi telah membajak suara mayoritas rakyat untuk kepentingan segelintir elit yang haus kekuasaan dan rakus kekayaan, permainan ini dimainkan oleh segelintir orang yang mengklaim dirinya wakil rakyat atau pemerintah dipilih oleh mayoritas rakyat. Mereka membuat kebijakan yang justru jauh dari kepentingan rakyat. Usulan dana aspirasi 15 milyar , dana akal-akalan dengan alasan pembinaan daerah pemilihan yang berarti akan menjebol 8,4 trilyun APBN , pembangunan gedung ‘miring’ DPR yang menelan 1,8 trilyun, mencerminkan hal itu.

Disisi lain, rakyat terus diancam teror kenaikan listrik, BBM, air, mahalnya biaya kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok mereka lainnya. Tindakan anti rakyat ini meneruskan kebijakan elit sebelumnya yang menaikkan BBM, mengeluarkan UU pro pasar yang mensengsarakan rakyat (UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan, UU BHP dll) . Ironisnya, teror terhadap rakyat ini seperti kenaikan TDL dilegalisasi oleh DPR. Ketika ada usulan yang sebenarnya sangat meringankan rakyat: listrik gratis, malah ditolak DPR. Bahkan dengan alasan yang sangat konyol : kalau listrik gratis , rakyat malas bekerja. Meskipun tarif pelanggan 450 VA dan 900 VA tidak naik, namun yang pasti ada efek domino dari kenaik TDL , yang tetap saja akan berpengaruh pada beban ekonomi rakyat kecil.

Seperti yang dikatakan oleh Simon Jenkins diatas, loby dan korupsi telah mencemari proses pemerintahan. Memang, demokrasi yang mahal dan elitis, telah melahirkan simbiosis mutualisme antara kelompok pemilik modal (kapital) dan politisi yang ujung-ujungnya merugikan rakyat. Apa yang disebut oleh Sri Mulyani dengan istilah perkawinan untuk menggantikan istilah kartel politik.

Menurutnya, dengan semua episode yang terjadi di ruang publik, rakyat sebagai pemegang saham utama berhak memilih chief executive officer republik ini dan juga memilih orang-orang yang menjadi pengawas CEO. Proses ini, lanjut Sri, tak murah dan mudah. Untuk mendapatkan dana luar biasa itu, mau tidak mau, kandidat harus “berkolaborasi” dengan sumber finansial. Kandidat di tingkat daerah, tak mungkin kolaborasi pendanaan dibayar dari penghasilan. Satu-satunya cara yang memungkinkan yakni melalui jual beli kebijakan.

Politik transaksional ini kemudian didominasi oleh tawar menawar kekuasaan dan saling mengancam yang berujung pada saling damai untuk kepentingan segelintir elit. Kasus Century yang tadinya demikian panas dan menelan dana rakyat 2,5 milyar ini melempem, tidak jelas nasibnya. KPK yang tadinya sangat diharapkan malah mengatakan belum ada indikasi korupsi, padahal keputusan DPR jelas-jelas menyatakan ada penyimpangan. Yang jelas ‘solusi’ Century ini menyelamatkan elit politik yang berkuasa. Presiden SBY tidak tersentuh, Boediono aman, Srimulyani selamat, Ical senang. Sementara rakyat gigit jari.

Lobi dan korupsi ini pula yang membuat tatanan hukum kita amburadul dan hancur-hancuran. Dalam kasus penyuapan BI, yang disuap dihukum , sementara yang menyuap masih aman. Susno yang mengangkat kasus korupsi di kepolisian malah dijadikan terdakwa , sebaliknya yang dituduh korupsi belum tersentuh. Sistem demokrasi ini kemudian melahirkan sistem yang korup disemua lembaga (eksekutif,legislatif, dan yudikatif).

Sakitnya demokrasi ini, jelas bukan sekedar kasuistis atau penyimpangan dari demokrasi, tapi cacat bawaan demokrasi. Yang paling mendasar adalah ketika demokrasi menyerahkan kedaulatan di tangan rakyat, dengan asumsi suara mayoritas rakyat adalah kebenaran, suara rakyat sama dengan suara Tuhan. Padahal bagaimana bisa dikatakan benar ketika mayoritas suara rakyat di Amerika bagian selatan pada abad ke 19 mendukung perbudakan, sebagian besar rakyat Jerman memilih Hitler dan mendukung undang-undang Nuremburg pada tahun 1930-an. Atas nama suara rakyat pula jilbab dilarang di Perancis. Pengiriman pasukan Perang ke Irak, Afghanistan, dukungan terhadap Israel juga lewat proses demokrasi AS.

Ketika kebenaran diserahkan pada manusia, disitulah hawa nafsu dan kepentingan manusia lebih dominan. Ketika elit pemilik modal dan politisi mendominasi demokrasi, lahirlah kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri, bukan rakyat. Bukti lain cacat bawaan demokrasi , klaim demokrasi terbukti hanya ilusi. Janji kesejahteraan, stabilitas dunia, menjunjung HAM hanyalah omong kosong. Kampiun demokrasi seperti AS saja gagal. Walhasil, tidak ada jalan lain bagi kita , kecuali kembali kepada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT yang Maha Sempurna. Mengganti sistem yang cacat ini.
* diakses dari http://hizbut-tahrir.or.id/2010/06/19/%E2%80%98teror%E2%80%99-kenaikan-tdl-dan-cacat-bawaan-demokrasi/

Sabtu, 06 Maret 2010

AGENDA OBAMA UNTUK INDONESIA (OBAMA BAK HIV/AIDS)

Rencana kedatangan obama ke tanah air pada tanggal 20,21,22 Maret ini, ternyata masih belum menyita perhatian masyarakat yang seakan masih enggan berpaling dari isu Century Gate dan isu perpecahan koalisi di parlemen pasca berakhirnya hak angket terhadap Bank Century.
Padahal kedatangan obama presiden kulit hitam pertama United states Of America (amerika serikat) ke negara Indonesia akan membawa agenda yang luar biasa bagi negara indonesia,
Kenapa luar biasa karena obama datang atas nama kepentingan negara. Tapi jangan lupa Amerika Serikat ada karena perusahaan (sebut saja negara kapitalis) jika perusahaan-perusahaan dibelakangnya bergolak dan limbung maka amerika serikat pasti limbung juga, apa lagi amerika serikat akan datang dalam keadaan haus dan ”compang-camping” setelah diterpa badai ekonomi yang terbesar selama dekade terakhir,
Indonesia memang negara kaya raya terlebih lagi bak ”gadis manis, cantik serta molek” yang membuat siapa saja pasti tertarik dan ingin memiliki, tak terkecuali amerika serikat sang negara kapitalis. Sang presiden obama ingin memastikan preport dalam keadaan aman dan terkendali, Epson mobil tetap berjalan sesuai yang dingginkan, serta proyek-proyek ekonomi dapat berjalan sesuai rencana.
Tidak hanya di bidang ekonomi ”glod” yang menjadi titik sentral mengapa amerika harus datang ke indonesia, tetapi misi glory dan gospel gaya baru juga dilancarkan. Glory, untuk memastikan kekayaan indonesia dapat dengan mudah ”dirampok” maka amerika harus memastikan perampokan itu harus mendapatkan legalitas dari pemerintah indonesia sendiri, yakni dengan memegang sistem pemerintahan dan permodalan sehingga organ pemerintahan tidak lebih dari antek amerika. Akibatnya proses pengerokan sumber daya alam indonesia dengan mudah dilakukan bak truk yang masuk jalan bebas hambatan, Cuma bayar tol dan bayar keamanan beres perkara..!
Lalu pertanyaan kita, apakah misi gospel masih berjalan?. Jawabnya masih. Gospel hal ini ialah dalam arti berupa pengajaran tentang pemikiran akan kebebasan sebebas-bebasnya, semata-mata kedaulatan hanya rakyat (law in book) tetapi dalam law in action adalah kedaulatan semata-mata milik pemodal yang ditipukan kepada negari-negeri muslim -termasuk indonesia-. Dengan pemikiran yang dikembangkan oleh Barat -amerika Serikat-, maka senantiasa bangsa ini tidak akan pernah mandiri.
Kondisi ini kemudian dipertegas oleh pernyataan presiden Indonesia SBY”..kita akan melakukan kerja sama dalam hal pendidikan, industry, politik, sosial budaya, serta perekonomian baik permodalan dan investasi (Overseas Private Investment Corporation) yang kita duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan mereka (amerika serikat)”. Tapi apakah kita akan sama tinggi dengan mereka dan sama rendah. Jawabnya duduknya mereka rendah kita alasnya, berdirinya mereka tinggi sambil menarik tali di leher kita.
Masyarakat Indonesia secara umum, penduduk kalimantan selatan, warga banjarmasin seharusnya tidak hanya menolak kedatangan obama dalam kondisi apapun. Tetapi juga anti terhadap kebijakan Amerika Serikat. Yang mana fakta pasti merugikan negara dan warga negara. Terlebih lagi Amerika Serikat sendiri sudah banyak menumpahkan darah kaum muslim.

Senin, 01 Februari 2010

pelaksanaan putusan MK yang buktinya dinyatakan palsu oleh Pengadilan Negeri

A. Latar Belakang
Amandemen ketiga pada Konstitusi Republik Indonesia, yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001, akhirnya menyepakati pembentukan mahkamah konstitusi. Sebuah lembaga baru yang dianggap sangat urgen dalam sistem ketatanegaraan Indonesia terutama bidang kekuasaan kehakiman (yudikatif).
Dalam membangun demokrasi dan sistem ketatanegaraan di Indonesia, keberadaan mahkamah konstitusi memegang peranan yang sangat strategis, dimana mahkamah konstitusi dikontruksikan: pertama, sebagi pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusioal ditengah kehidupan masyarakat. Kedua, mahkamah konstitusi mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab. Ketiga, mahkamah konstitusi bertugas dalam menafsirkan konstitusi agar spirit konstitusi selalu hidup dalam keberlangsung bernegara dan bermasyarakat.
Undang-undang dasar 1945 memberikan kewenangan kepada mahkamah konstitusi yang terdiri dari : Pertama, menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar 1945. Kedua menyelesaikan sengkata kewenangan antar lembaga negara. Ketiga, pembubaran partai politik. Keempat, menyelesaikan sengketa pemilu, serta memutus pendapat DPR tentang pelanggaran yang dilakukan oleh presiden dan/atau wakil presiden.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dalam penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum (pemilu). Ini berarti putusan mahkamah konstitusi bersifat final dan putusannya harus dilaksanakan. Padahal ada segi-segi yang sangat rumit pada penyelenggraan pemilu, yang mana didalamnya adanya pelanggaran administrasi pemilu, tindak pidana pemilu, dan sengketa hasil pemilu.
Hal akan rumit, ketika orang menyengketakan masalah hasil pemilihan umum dengan bukti-bukti yang ia ajukan dan permohonannya dikabulkan oleh mahkamah konstitusi, namun disisi lain ia juga disengketakan dalam peradilan pidana pada pengadilan negeri dan terbukti ia memanipulasi data atau melakukan penggelembungan suara. Dengan kata lain, bukti-bukti yang diajukan dan dijadikan sebagai dasar pengabulan permohonan oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan palsu oleh Pengadilan Negeri.
Ada beberapa kasus yang serupa dengan ilustrasi cerita diatas seperti yang terjadi di Sorong Papua, dan di Donggala Sulewesi Tengah. Pada kasus di kota Sorong Provinsi Papua, berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai penetapan hasil pemiliahan umum legislatif tahun 2004, maka salah satu kursi dari dewan perwakilan rakyat daerah provinsi papua menjadi hak dari Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK). Namun Partai Damai Sejahtera (PDS) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan akhir No. 009/PHPU.C1-II/2004, Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan dari Partai Damai Sejahtera, yang tentu berimplikasi yang tadi Partai Peratuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) yang asalnya mendapatkan satu kursi menjadi hilang dan Partai Damai Sejahtera (PDS) mendapatkan kursi lebih satu dari keputusan Komisi pemilihan umum provinsi papua.
Setelah Mahkamah Konstitusi memutus sengketa tersebut, justru Pengadilan negeri membuktikan bahwa adanya manipulasi data atas hasil pemilihan umum di kota sorong yang membuat suara dari partai damai sejahtera menjadi besar, artinya bukti-bukti yang diajukan oleh partai damai sejahtera dalam sidang mahkamah konstitusi merupakan bukti dari data hasil manipulasi.
Hal ini disebabkan pada saat yang bersamaan masih berjalan diproses peradilan di pengadilan negeri kota sorong terkait dengan dugaan penggelembungan dan manipulasi suara yang dilaporkan oleh PPDK ke panitia pengawas pemilihan umum daerah yang dilanjutkan kepada kepolisian dan pengadilan setempat.
Keadaan serupa juga terjadi di kabupaten donggala Sulawesi Tengah antara Partai Demokrat dengan Partai Amanat Nasional. Berdasarkan putusan MK No.039/PHPU.C1-II/2004, dengan putusan itu Partai Amanat Nasional mendapatkan satu kursi. Tidak terima dengan putusan itu partai demokrat melaporkan dugaan manipulasi penggelembungan suara kepada kepolisian. Sampai pada akhirnya pengadilan negeri kabupaten donggala memutuskan bahwa bukti-bukti yang diajukan pada dalam sidang mahkamah konstitusi adalah hasil manipulasi dari oknum yang yang melibatkan anggota KPU daerah kabupaten donggala.
Selain dua kasus diatas, ada juga kasus yang melibatkan Dahlan Rais. Ia merupakan calon dewan perwakilan daerarh (DPP) dari daerah pemilihan jawa tengah. Dahlan rais sebenarnya berhak menduduki kuris DPD. Ia memperoleh suara terbanyak ke empat. Namun Ahmad chalwani yang mendapatkan suara terbanyak kelima mengajukan permohona kepada mahkamah konstitusi dan dikabulkan dengan no: 014-027/PHPU.A-II/2004.
Merasa tidak terima melakukan upaya hukum dengan meminta fatwa kepada MK, namun MK tidak menanggapi permintaan dari dahlan rais. dahlan rais akhirnya mengajukan Ahmad Chalwani kepada kepolisian dengan dugaan manipulasi data dan penggelembungan suara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa kasus diatas, penulis sangat tertarik membahas dan perlu membatasi masalah sebagi berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi, dimana bukti-bukti yang diajukan pemohon menjadi dasar pengabulkan gugatan yang ternyata dinyatakan palsu dalam persidangan Pengadilan Negeri?
2. Apakah ada Implikasi Putusan hakim Pengadilan Negeri terhadap putusan Mahkamah Konstitusi berkenaan kasus di atas?


TINJAUAN TEORI DAN YURIDIS
A. Mahkamah Konstitusi Sebagai Salah Satu Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdek dalam menyelenggarakan peradilan, guna menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggranya negara hukum indonesia.
Dalam sistem hukum yang dianut di berbagai negara, terdapat kekuasaan yudikatif yang antara lain mempunyai wewenang mengawal dan menafsirkan konstitusi. Kekuasaan ini dijalankan oleh lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang dapat berdiri sendiri terpisah dari MA atau dilekatkan menjadi bagian dari fungsi MA. Jika berdiri sendiri, lembaga itu sering disebut Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan:
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Sementara Pasal 24C Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan:
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Sesuai ketentuan UUD 1945 Jo. UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pasal 10 ayat (1) dan (2)tersebut, MK mempunyai wewenang sebagai berikut.
a. Menguji undang-undang terhadap UUD;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
c. Memutus pembubaran partai politik;
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
e. Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;

B. Pengertian Dan Tujuan Pemilihan Umum serta sengketa pemilu
Seperti dikemukakan oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam paham kedaulatan rakyat sebagimana yang dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.
Di dalam praktik, yang menjalankan kedaulatan rakyat itu adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat yang disebut parlemen. Para wakil rakyat itu bertindak atas nama rakyat, dan wakil-wakil rakyat itulah yang menentukan corak dan cara bekerjanya pemerintahan, serta tujuan apa yang hendak dicapai baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka waktu yang relatif pendek. Agar wakil-wakil rakyat benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat, maka wakil-wakil rakyat itu harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (general election). Dengan demikian, pemilihan umum itu tidak lain merupakan cara yang diselenggarakan untuk memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis. Oleh karena itu, bagi negara-negara yang menyebut diri sebagai negara demokrasi, pemilihan umum (general election) merupakan ciri penting yang harus dilaksanakan secara berkala dalam waktu-waktu yang tertentu.
Tujuan penyelenggaraan pemilihan umum itu ada 4 (empat) yaitu,
1. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai
2. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;
3. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan
4. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menentukan bahwa ”Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Dalam Pasal 22E ayat 5 ditentukan pula bahwa ”Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Oleh sebab itu, menurut UUD 1945 penyelenggara pemilihan umum itu haruslah suatu komisi yang bersifat (i) nasional, (ii) tetap, dan (iii) nasional dan independen
Penyelenggara pemilu itu harus bersifat netral dan tidak boleh memihak. Komisi pemilihan umum itu tidak boleh dikendalikan oleh partai politik ataupun oleh pejabat negara yang mencerminkan kepentingan partai politik atau peserta atau calon peserta pemilihan umum. Peserta pemilu itu sendiri dapat terdiri atas (i) partai politik, beserta para anggotanya yang dapat menjadi calon dalam rangka pemilihan umum, (ii) calon atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat, (iii) calon atau anggota Dewan Perwakilan Daerah, (iv) calon atau anggota DPRD, (v) calon atau Presiden atau Wakil Presiden, (vi) calon atau Gubernur atau Wakil Gubernur, (vii) calon atau Bupati atau Wakil Bupati, (viii) calon atau Walikota atau Wakil Walikota. Kedelapan pihak yang terdaftar di atas mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu, sehingga oleh karenanya KPU harus terbebas dari kemungkinan pengaruh mereka itu.
Hasil pemilihan umum berupa penetapan final hasil penghitungan suara yang diikuti oleh pembagian kursi yang diperebutkan, yang diumumkan secara resmi oleh lembaga penyelenggara pemilihan umum seringkali tidak memuaskan peserta pemilihan umum, yang tidak berhasil tampil sebagai pemenang. Kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat dalam hasil perhitungan itu antara peserta pemilihan umum dan penyelenggara pemilihan umum, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian, baik karena kesalahan teknis atau kelemahan yang bersifat administratif dalam perhitungan ataupun disebabkan oleh faktor human error. Jika perbedaan pendapat yang demikian itu menyebabkan terjadinya kerugian bagi peserta pemilihan umum, maka peserta pemilihan yang dirugikan itu dapat menempuh upaya hukum dengan mengajukan permohonan perkara perselisihan hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi.


pembahasan
A. Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Sengketa Hasil Pemilu Yang Bukti Diajukan Pemohon Dinyatakan Palsu Oleh Pengadilan Negeri
Penyelesaian terhadap kasus dugaan manipulasi data atau penggelembungan suara yang dilakukan oleh calon anggota dewan perwakilan daerah lebih mudah dibandingkan dengan pemohon yang diajukan oleh partai politik. Menurut A. Mukti Fajdar, kalau calon DPD melakukan manipulasi data atau penggelembungan suara, dan dengan data itu Mahkmah Konstitusi memenangkan ia, dan pada perkembangannya ia diputus bersalah oleh pengadilan Negeri. Maka calon tersebut akan gugur dengan sendirinya. Apabila telah terbukti ia melakukan tindak pidana manipulasi data atau penggelembungan suara yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih.
Karena pencalonan DPD menggunkan sistem distrik berwakil banyak, artinya seorang calon jadi atau tidaknya berdasarkan peringkat perolehan suara. Jadi meskipun ia telah dilantik menjadi anggota DPD, akan tetapi ia telah terbukti telah melakukan tindak pindana manipulasi data, maka otomatis ia akan gugur dan akan diganti dengan calon yang mendapatkan suara terbanyak berikutnya. Karena calon tersebut dianggap tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota dewan perwakilan daerah.
Hal ini dapat dibaca dalam ketentuan pada pasal 218 ayat (1) huruf d Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Pewakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang berbunyi sebagi berikut
Penggantian calon terpilih anggota DPD dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota;
d. terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal ini menegaskan posisi seseorang calon anggota apabila telah terbukti menurut hukum dan telah memiliki kekuatan hukum tetap oleh pengadilan negeri dijatuhi hukum pidana maka calon tersebut akan gugur, karena tidak memenuhi syarat lagi menjadi DPD.
Dan kedudukan akan diganti oleh calon yang memliki sura terbanyak berikutnya. Seperti yang digambarka pada pasal 218 ayat (4) bahwa Calon terpilih anggota DPD telah terbukti menurut hukum dan telah memiliki kekuatan hukum dijatuhi hukum pidana diganti dengan calon yang memperoleh suara terbanyak berikutnya.
Meskipun calon DPD tersebut gugur bukan berarti secara otomatis putusan mahkamah konstitusi dapat digugurkan atau dianulir, karena secara prinsipnya putusan mahkamah konstitusi tersebut harus dilaksanakan. Maka dalam kontek ini dapat diperjelaskana bahwa gugurnya calon DPD tersebut bukan disebabkan oleh putusan pengadilan negeri yang membuktikan calon tersebut telah melakukan manipulasi data sehingga dianulirnya putusan mahkamah konstitusi.
Gugurnya calon DPD tersebut dikarenakan tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPD. Dalam hal calon terpilih anggota DPD telah ditetapkan dengan keputusan KPU, maka keputusan penetapan yang bersangkutan batal demi
Hukum.
Berbeda halnya dengan dengan kasus untuk dewan perwakilan rakyat yang harus diusung atau diajukan oleh partai politik. Seperti yang terjadi di kota sorong papua atau di kabupaten donggala sulewesi tengah.
Putusan Mahkamah konstitusi tersebut akan merugikan kepada partai politik. Karena alokasi kursi yang seharusnya didapatkan oleh partai X berpindah pada partai Y kendati calon dari partai Y tersebut melakukan manipulasi data. Walaupun terbukti maka akan tetap menjadi kursi partai Y dengan calon lainnya dari Partai Y tersebut berdasarkan keputusan pimpinan partai yang bersangkutan.
Seperti yang dimaksud pada pasal 218 ayat (3) bahwa Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu pada daerah pemilihan yang sama berdasarkan surat keputusan pimpinan partai politik yang bersangkutan.
Putusan Mahkamah konstitusi memang berimplikasi secara pisikologis terhadap masyarakat pemilih dan terutama bagi calon legeslatif yang kehilangan kursi legislatifnya direbut oleh partai yang anggotanya melakukan manipulasi data. Yang lebih merepotkan lagi ketika putusan dari pengadilan negeri memerintahkan perbaikan terhadap hasil perhitungan suara, padahal kewenangan itu berada di tangan mahkamah konstitusi. Sehingga kedudukan KPU maupun KPU daerah berada serba salah dan sulit. Meskipun putusan Mahkamah konstitusi mungkin salah, tetapi tidak ada lagi mekanisme untuk merevisi atau peninjauan kembali putusan Mahkamah Konstitusi.
Untuk itu apapun putusan dari mahkamah konstitusi harus dilaksanakan karena putusan mahkamah konstitusi pertama dan terakhir serta final. Dimana tidak ada lagi upaya hukum baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa, termasuk peninjauan kembali terhadap putusan tersebut, mengingat putusan pengadilan negeri tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti baru (novum) karena tidak ada mekanisme PK terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.

B. Implikasi Putusan pengadilan Negeri terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Putusan pengadilan yang terkait dengan manipulasi data dan penggelembungan suara hasil pemilihan umum, baik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, maupun yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum, tidak bisa dijadikan dasar oleh semua pihak untuk menganulir dan menggugurkan putusan mahkamah konstitusi.
Artinya putusan pengadilan negeri yang menyatakan bahwa bukti yang diajukan dan terukap dalam persidangan mahkamah konstitusi yang pemononnya dimenangkan oleh mahkamah konstitusi tidak berimplikasi gugurnya putusan mahkamah konstitusi. Hal ini dikarenakan putusan mahkamah konstitusi adalah putusan yang pertama dan terakhir serta putusan tersebut berifat final. Maka tidak ada lagi upaya hukum lagi yang dapat dilakukan dan ditempuh oleh para pihak yang keberataan terhadap putusan mahkamah konstitusi, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.
Apabila putusan pengadilan negeri yang menyatakan bahwa manipulasi data dan penggelembungan suara hasil pemilihan umum yang dilakukan oleh perseorangan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang sebelumnya permohonannya telah dikabulkan oleh mahkamah kosntitusi, maka atas dasar putusan pengadilan negeri tresebut, secara otomatis Komisis Pemilihan Umum (KPU) maupun Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) harus melakukan pergantian terhadap calon anggota DPD tersebut, mengingat sudah tidak memenuhi syarat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah, tetapi bukan berarti putusan mahkamah kosntitusi dapat dianulir oleh putusan pengadilan negeri, karena pada prinsipnya Komisi Pemilihaan Umum mapun Komisi Pemilihan Umum daerah harus terlebih dahulu melaksanakan putusan mahkamah kontitusi.
Singkronisasi terhadap putusan pengadilan negeri dalam hal manipulasi data dan penggelembungan suara hasil pemilihan umum dengan putusan mahkamah konstitusi terkait dengan penyelesaian sengkata pemilu yang putusannya bertolak belakang, lebih mudah dicarikan jalan keluarnya untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar rasa keadilan dapat dirasakan. Sementara kasus yang melibatkan dewan perwakilan rakyat baik pusat atau daerah provinsi, maupun kabupaten/kota lebih sulit mencarikan jalan keluarnya. Karena jalan keluar yang diberikan oleh undang-undang tetap memberikan kursi legeslatif pada partai yang sama berdasarkan keputusan pimpinan partai tersebut.

Kesimpulan
Putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan bahwa bukti yang diajukan dan terukap dalam persidangan Mahkamah Konstitusi yang pemononnya dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi tidak berimplikasi gugurnya putusan mahkamah konstitusi. Hal ini dikarenakan putusan mahkamah konstitusi adalah putusan yang pertama dan terakhir serta putusan tersebut berifat final. Maka tidak ada lagi upaya hukum lagi yang dapat dilakukan dan ditempuh oleh para pihak yang keberataan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.
Singkronisasi terhadap putusan pengadilan negeri dalam hal manipulasi data dan penggelembungan suara hasil pemilihan umum dengan putusan mahkamah konstitusi terkait dengan penyelesaian sengkata pemilu yang putusannya bertolak belakang, lebih mudah dicarikan jalan keluarnya untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar rasa keadilan dapat dirasakan. Sementara kasus yang melibatkan dewan perwakilan rakyat baik pusat atau daerah provinsi, maupun kabupaten/kota lebih sulit mencarikan jalan keluarnya. Karena jalan keluar yang diberikan oleh undang-undang tetap memberikan kursi legeslatif pada partai yang sama berdasarkan keputusan pimpinan partai tersebut
Meskipun calon DPD tersebut gugur bukan berarti secara otomatis putusan mahkamah konstitusi dapat digugurkan atau dianulir, karena secara prinsipnya putusan mahkamah konstitusi tersebut harus dilaksanakan. Maka dalam kontek ini dapat diperjelaskana bahwa gugurnya calon DPD tersebut bukan disebabkan oleh putusan pengadilan negeri yang membuktikan calon tersebut telah melakukan manipulasi data sehingga dianulirnya putusan mahkamah konstitusi.

daftar bacaan
Asshiddiqie, Jimly 2006. Pengatar Hukum Tata Negara II. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI
---------------------. Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan. Bahan ceramah pada Pendidikan Sespati dan Sespim Polri, Bandung, 19 April 2008.
Hadi, Nurudin. 2007. Wewenang Mahkamah Konstitusi (Pelaksana Wewenang Mahkamah Konstitusi Dalam Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu) Jakarta: Prestasi Pustaka Karya
Tutik, Tutik Triwulan. 2006. Pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

kesalahan sistem tata ruang pada drainase jalan di kota Banjarmasin

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga diharapkan (i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
Sesuatu yang sering lupa dipikirkan adalah penataan dan pemamfaatan ruang jalan. Dimana jalan merupakan akses utama bagi siapa saja untuk menuju daerah tujuan, dengan penataan dan pemamfaatan ruang jalan diharapkan tujuan dari penataan ruang dapat tercapai.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.(wekipedia.com).
Pemanfaatan Ruang jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Pemanfaatan Ruang jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh departemen yang berwenang. Pemanfaatan Ruang jalan hanya diperuntukkan bagi median, pengerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
Namun pada nyatanya jalan-jalan di banjarmasin masih tidak memenuhi standar keamanan bagi pengguna jalan, baik karena tidak rata, berlobang, kurang lenkapnya rambu-rambu lalu-lintas, bahkan jalan menjadi kubangan air jika terjadi hujan maupun yang lainnya yang sangat membahayakan pengguna jalan.
Lihat saja Baru sebentar diguyur hujan lebat, sejumlah tempat di Kota Banjarmasin sudah tergenang banjir. Seperti terjadi, Sabtu (24/10) siang, hujan yang mengguyur kurang dari satu jam membuat sejumlah jalan dan parkir di Pasar Cempaka terendam air (Banjarmasin Post 25/10/2009).
Padahal dalam Pemanfaatan ruang memuat asas yakni semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta memperhatikan ekonomi kerakyatan (perda provinsi No.9/2000).
Pemamfaatan ruang jalan dikota banjarmasin masih belum memenuhi ketentuan jalan yang baik, karena dengan pemamfaatan ruang jalan yang baik maka tingkat kecelakan lalu-lintas seharusnya juga dapat berkurang.
Pasilitas pemamfaatan di jalan-jalan utama kota banjarmasin masih kurang seperti jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.
Perencanaan perbaikan pasilitas jalan harus dibenahi secepatnya oleh satuan kerja perangkat daerah agar jalan-jalan kota dapat memenuhi standar jalan. Sehingga memberi kenyamanan yang pada nantinya diharapkan dapat meningkatkan taraf perekonomian kota banjarmasin pada khususnya dan Kalimantan selatan pada umumnya.
Perbaikan pasilitas yang utama pada jalan kota banjarmasin adalah jalur pemisah dan sistem drainase air. Terutama pada sistem drainase air sangat dibutuhkan agar jalan tidak terendam oleh air pada saat hujan yang pada nantinya akan membahayakan penguna jalan serta merusak jalan.
Dalam merencanakan sistem drainase jalan berdasarkan pada keberadaaan air permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi:
• Drainase permukaan (surface drainage)
• Drainase bawah permukaan (sub surface drainage)
Secara umum, langkah perencanaan sistem drainase jalan dimulai dengan memplot rute jalan yang akan ditinjau di peta topografi untuk mengetahui daerah layanan sehingga dapat memprediksi kebutuhan penempatan bangunan drainase penunjang seperti saluran samping jalan, fasilitas penahan air hujan dan bangunan pelengkap.
Dalam merencanakan harus memperhatikan pengaliran air yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan dengan mengikuti ketentuan teknis yang ada tanpa menggangu stabilitas konstruksi jalan. (aryapersada.com)
Sistem drainase ini akan efektif jika didukung dengan adanya gorong-gorong air pada bibir jalan yang berfungsi sebagai penampung air. Gorong-gorong air jangan sampai tertutup oleh sampah, karena jika tertutup oleh sampah maka keberadaan gorong-gorong akan sia-sia dan sistem drainase ini tidak memberi mamfaat pada jalan, bahkan bisa merusak jalan.
Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan akibat air banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan. (aryapersada.com)
Sehingga dengan sistem drainase ini jalan tidak rusak agar pengguna jalan merasa nyaman dan tingkat kecelakaan yang diakibatkan jalan rusak dapat ditekan. Untuk itu pemerintah kota banjarmasin maupun provinsi Kalimantan selatan dituntut agar lebih menata ruang pemamfaatan jalan terutama sistem drainase air, karena ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah daerah dalam mewujudkan kesejahteraan pada masyarakatnya.